Anas mengatakan, tidak ada penelitian yang tingkat kerumitannya melebihi penelitian agama. Sebagai pesan ilahiyah yang diyakini pemeluknya, ia memiliki unsur kesakralan ( taqdis al-afkar al-diniyyah) dan kemutlakan yang sifatnya pasca empiris, beyond reality, yang dibenarkan sebelum dibuktikan. Agama juga bukan sekedar bagian dari realitas tetapi produsen realitas itu sendiri.
Karenanya setiap penelitian yang meletakkan agama sebagai subject matter, paling tidak harus memposisikan agama dalam 4 dimensi. Pertama, dimensi doktrin. Kedua, tafsir, filosofis tentang doktrin.Ketiga, dimensi dinamika dan struktur yang dibangun oleh agama. Keempat, pengaruh sosial-budaya terhadap pemikiran keagamaan.
Dalam dimensi doktrinal agama tentu tidak dapat diverifikasi atau diklalsifikasi. Dalam dimensi ini yang akan dikaji bukan mempersoalkan kebenaran agama, melainkan sekedar penelusuran terhadap refleksi kebenaran agama.
Para peserta ditempa dalam dunia penelitian dan pembuatan proposal. Menurut Anas, untuk menjadi seorang peneliti yang handal, diperlukan komitmen yang tinggi. Anas juga mengatakan kesulitan dalam pembuatan proposal penelitian adalah dalam merumuskan masalah penelitian dan membuat kerangka teori. Untuk merumuskan masalah penelitian diperlukan sense yang tinggi untuk menentukan apakah masalah yang diteliti benar-benar menarik atau tidak. “Kuncinya, ada tiga. Pertama, berlatih. Kedua, berlatih. Dan ketiga, berlatih!” ujarnya.
Para peserta penelitian kemarin tidak hanya dibekali dengan pengetahuan teoritis tapi juga pengalaman praktis. Para peserta ditugaskan membuat proposal penelitian kemudian dipresentasikan. (sah)